Kamis, 07 April 2011

Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika dalam Pembelajaran Pecahan dengan Menggunakan Model ARCS di Kelas III Sekolah Dasar


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Keberadaan pendidikan tidak akan terlepas dari proses pembelajaran. Kemampuan dan keterampilan sebagai hasil dari pembelajaran yang dimiliki oleh seseorang harus sesuai dengan tingkat pendidikan yang sedang diikutinya. Hal ini pun akan terasa kompleks ketika pembelajaran yang baik sangat di harapkan akan tetapi tidak ditunjang dengan cara belajar yang baik dan tepat.
Pendidikan di Indonesia dirasakan telah mengalami kemajuan di berbagai bidang dan program, diantaranya adalah  dinaikannya standar nilai ujian nasional dari tahun ke tahun, kesejahteraan bagi guru- guru dengan diadakannya sertifikasi,  adanya undang-undang untuk guru dan dosen, dan banyak lagi program yang membanggakan. Hal ini menunjukan bahwa pemerintah telah berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Ini sejalan dengan amanat pembukaan UUD 1945 aliena keempat, bahwa pendidikan itu tidak hanya untuk kalangan siapa yang mampu, akan tetapi siapapun yang menjadi kewarganegaraan republik ini harus mendapatkannya dan pemerintah harus mengusahakannya hingga optimal.
Pada umumnya orientasi pendidikan Indonesia saat ini mempunyai ciri-ciri yang cenderung menempatkan peserta didik sebagai objek, guru seakan-akan terlihat sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan di kelas. Tidak sedikit hasil jerih payah seorang guru medidik siswa-siswanya hanya menghasilkan pengangguran belaka, karena guru tidak mampu menjadikan siswa sebagai manusia seutuhnya. Akan tetapi guru juga bukan satu-satunya kambing hitam yang menjadikan siswa kurang beruntung dalam hidupnya, keluarga pun menjadi faktor penentu keberhasilan siswa. Kehidupan yang semakin kompleks dan serba instan membuat kalangan minoritas semakin tertinggal karena kurangnya pendidikan yang menyokong mereka untuk tetap bertahan hidup.
Ketergantungan sebagai objek, siswa tidak menjadikan dirinya pencari informasi atau pengetahuan akan tetapi sebagai penerima dan pasif. Pembelajaran pun tidak terasa bermakna karena tidak menemukan kenikmatan dalam belajar. Padahal disisi lain anak merupakan sesosok yang serba ingin tahu dan rapuh. Apabila serba dilarang maka anak akan semakin menutup diri dengan dunia luar atau juga dapat berubah menjadi pemberontak.
Belajar adalah proses perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi faham akan sesuatu yang dipelajarinya, dan dari prilaku yang salah menjadi terarah sesuai dengan norma yang berlaku. Belajar merupakan kegiatan jika orang itu dapat mendeteksi dan memperbaiki kesalahan. Kesalahan merupakan ketidaksesuaian antara apa yang diharapkan dan dilakukan. Dengan perkataan lain, belajar adalah menyesuaikan antara keinginan dan hasil perbuatan. Pembelajaran mempunyai tujuan agar siswa dapat mencapai target yang seharusnya dicapai setelah terjadi proses pembelajaran. Para pendidik sesungguhnya menginginkan agar siswa dapat mengerti dan menerapkan apa yang sudah mereka peroleh dari proses pembelajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari sehingga ada korelasi antara pembelajaran di kelas dengan aplikasinya di lapangan.
Salah satu permasalahan pokok dalam proses pembelajaran saat ini yaitu kesulitan siswa dalam menerima, merespon, serta mengembangkan materi yang diberikan oleh guru. Pembelajaran konvensional yang selama ini hampir selalu dilakukan dan pembelajarannya berpusat pada guru terkesan merugikan siswa terutama siswa yang berkemampuan rendah dan merendahkan siswa berkemampuan di atas rata-rata. Siswa terlihat cenderung jenuh dalam pembelajaran dan kurangnya motivasi untuk belajar. Untuk itu, maka perlu kiranya guru mengembangkan suatu model pembelajaran yang mampu memotivasi siswa.
Sebuah catatan Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional bahwa motivasi sangat penting dalam belajar karena motivasi dapat mendorong siswa mempersepsi informasi dalam bahan ajar. Sebagus apa pun rancangan bahan ajar, jika siswa tidak termotivasi maka tidak akan terjadi peristiwa belajar karena siswa tidak akan mempersepsi informasi dalam bahan ajar tersebut. Sebagai upaya meningkatkan motivasi belajar siswa guna meningkatkan prestasi/hasil belajar siswa khususnya dalam mata pelajaran akuntansi dengan pokok bahasan jurnal umum, maka penerapan model pembelajaran ARCS ini sangat efektif dipergunakan karena model pembelajaran ARCS ini disesuaikan dengan kebutuhan ataupun minat siswa.
Matematika merupakan mata pelajaran yang dianggap siswa SD sulit karena untuk mengerjakan sebuah soal diperlukan berpikir keras hingga  berujung kemalasan untuk menemukan hasilnya. Alasan lain yang sangat mendasar siswa SD menemui kesulitan dalam matematika adalah karena kurangnnya motivasi untuk belajar, media yang kurang berkesan dan interaktif bagi siswa serta kecenderungan menjadi penerima informasi semata.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sering ditemukan  matematika merupakan induknya ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari SD untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, alanitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Hal ini menuntut siswa untuk mempunyai berbagai kemampuan tersebut, akan tetapi tidak akan tercapai kemampuan itu tanpa diberikan metode belajar yang baik dan benar.
Secara lebih luas matematika yang ditetapkan dalam kurikulum mempunyai fungsi untuk mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika sederhana yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi bilangan, pengukuran, dan geometri, mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui model-model matematika, kalimat mataematika, persamaan matematika, diagram, grafik, atau tabel.
Kondisi siswa yang beragam serta unik menimbulkan berbagai situasi atau iklim kelas yang beragam pula. Dari kondisi itu pula masalah akan muncul kepermukaan dan memberi berbagai efek, baik efek positif maupun negatif. Hasil belajar siswa tidak akan mencapai titik maksimal apabila terlalu banyak kondisi negatifnya. Kondisi negatif terbentuk akibat kurangnnya perhatian guru karena pembelajaran terlapau jenuh bagi siswa. Terlebih lagi dalam mata pelajaran matematika yang sebagian besar siswa beranggapan bahwa matematika itu sulit. Asumsi sulit untuk mengerti, memahami, bahkan malas untuk mengerjakan berbagai soal dikarenakan matematika dianggap kurang menarik.
Pecahan merupakan salah satu materi yang sangat penting dalam matematika dan banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pecahan merupakan salah satu materi pokok di kelas III yang siswa menemui kesulitan dalam pembelajarannya. Rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep pecahan ini antara lain disebabkan karena pembelajaran yang biasanya diterapkan tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Guru memberikan penjelasan secara langsung tentang materi, memberikan contoh-contoh soal dan soal latihan, sehingga siswa hanya menghafal dan bekerja secara prosedural. Selain itu siswa juga tidak diberi kesempatan untuk menerapkan konsep pecahan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu perlu diciptakan suatu kondisi pembelajaran yang dapat membantu siswa menemukan sendiri konsep pecahan berdasarkan pengalaman dan realitas yang dimiliki.. Pemahaman yang rendah, kurang motivasi, serta asumsi sulit yang dirasakan siswa saat belajar matematika setidaknya dapat diminimalisir dengan model of motivational design milik John Keller yakni model ARCS.
Kelebihan yang menonjol dari model ARCS adalah bahwa model ini akan memberikan petunjuk dan arahan tentang apa yang harus dilakukan siswa, pembelajaran akan lebih menarik, berpusat pada kegiatan belajar siswa, dalam kata lain membelajarkan siswa. Untuk mengetahui dan mengkaji lebih jauh dari model ARCS, peneliti akan mencoba melakukan penelitian dengan melihat aktivitas siswa terhadap  pembelajaran dan mengukur hasil belajar siswa menggunakan materi pokok pecahan di kelas III semester 2 SD.
Model pembelajaran ARCS adalah akronim dari bentuk sikap siswa yakni attention (perhatian), relevance (relevansi), confidence (percaya diri), dan satisfaction (kepuasan). Eric Clearinghouse on Information and Technology Syracuse. NY) menjabarkan dari akronim model ARCS yakni:
The ARCS Model identifies four essential strategy components for motivating instruction:
1.      Attention strategies for arousing and sustaining curiosity and interest;
2.      Relevance strategies that link to learners' needs, interests, and motives;
3.      Confidence strategies that help students develop a positive expectation for successful achievement; and
4.      Satisfaction strategies that provide extrinsic and intrinsic reinforcement for effort (Keller,1983).

Model pembelajaran ARCS merupakan suatu bentuk pendekatan pemecahan masalah untuk merancang aspek motivasi serta lingkungan belajar dalam mendorong dan mempertahankan motivasi siswa untuk belajar. Model pembelajaran ini berkaitan erat dengan motivasi siswa terutama motivasi untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
Siswa SD menurut para ahli dalam hal ini Jean Piaget bahwa siswa SD masih berada pada tahap concrete operation seperti halnya yang dialami di kelas III. Pada tahap ini siswa telah dapat berpikir sistematis, tetapi terbatas pada objek yang merupakan aktivitas kongkritnya. Umur yang baru mencapai 6-7 tahun sepantasnya pembelajaran realistik diterapkan agar aktivitas konkrit siswa berlangsung sehingga untuk membentuk pengetahuan baru mudah dilakukan.
Teori yang merelevansi model Keller salah satunya adalah teori Operant Conditioning yang dipelopori oleh Skinner, bahwa dalam proses belajar diperlukan usaha menimbulkan dan mengembangkan stimulus-respons sebagai usaha bagaimana dapat memperoleh penguatan. Hubungan stimulus-respons dengan model ARCS adalah terletak pada perhatian dan relevansi, dimana perhatian tidak akan terpusat kepada guru apabila tidak diberikan stimulus, dengan kata lain perhatian merupakan respons siswa terhadap stimulus yang diberikan guru. Relevansi berarti mempunyai hubungan, sama halnya dengan stimulus-respons yang berarti relevansi (hubungan) sebab-akibat.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan masalah-masalah di atas, peneliti mencoba mengangkat sebuah permasalahan yang kemudian akan ditindak lanjuti oleh penelitian tindakan kelas; Bagaimana model ARCS ketika diterapkan dalam pembelajaran pecahan siswa kelas III SD; pada penelitian ini masalah pokok terkandung dalam pertanyaan, bagaimana meningkatkan hasil belajar siswa kelas III SD dengan model ARCS  pada pembelajaran pecahan”.
Secara lebih spesifik masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.        Bagaimana aktivitas siswa kelas III SD terhadap pembelajaran pecahan dengan menggunakan model ARCS?
2.        Bagaimana hasil belajar yang dicapai siswa kelas III SD dalam pembelajaran pecahan dengan menggunakan  model ARCS?
C.      Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran model ARCS dalam pembelajaran pecahan terhadap peningkatan   aktivitas dan hasil belajar siswa kelas III SD.
Secara khusus tujuan penelitian ini untuk :
a.         Mendeskripsikan aktivitas siswa terhadap pembelajaran pecahan di kelas III SD dengan menggunakan model ARCS.
b.         Mendeskripsikan hasil pembelajaran pecahan di kelas III SD dengan menggunakan model ARCS.
D.      Manfaat Penelitian
a.         Manfaat Teoritis
Secara umum hasil penelitian ini diharapkan secara teoritis dapat memberikan sumbangan kepada pembelajaran matematika utamanya kepada peningkatan aktivitas belajar dan hasil belajar matematika    dengan menggunakan model ARCS. Secara khusus penelitian ini memberikan konstribusi tentang kemampuan memberdayakan model pembelajaran yang diperlukan untuk menjamin swadaya atau swakarsa peserta didik yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b.         Manfaat Praktis
Penelitian ini secara praktis memberikan sumbangan bagi guru kelas III dan siswa. Bagi guru penerapan model ini dapat membantu mempermudah memberikan motivasi belajar dalam berbagai masalah di kelas. Bagi siswa proses pembelajaran ini dapat memotivasi, mengaktifkan dan memberikan kepuasan siswa untuk ikut serta belajar matematika yang bervariatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bahasa baik dan sopan mencerminkan pribadi yang baik dan sopan juga. :)